HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JAGUNG SERTA CARA PENGENDALIANNYA


Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting dalam agribisnis di Indonesia. Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan ternak dan bahan bakar dimana kebutuhan jagung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring berkembangnya industri tersebut. Produktivitas jagung di Indonesia saat ini masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga kekurangan masih dilakukan impor. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung yaitu serangan hama dan penyakit dimana menjadi kendala dalam budidaya jagung. Parahnya para petani di Indonesia jarang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang berbagai macam hama dan penyakit tanaman jagung serta cara pengendaliannya sehingga dapat menimbulkan kerugian dalam usaha budidaya jagung.

Hama dan penyakit jagung cenderung merugikan dalam budidaya tanaman jagung. Hama dan penyakit merupakan dua hal yang berbeda sehingga jika tanaman terserang hama atau penyakit harus dilakukan pengendalian sehingga tidak mengganggu produktivitas. Kerugian akibat serangan hama dan penyakit pada tanaman jagung tidak boleh disepelekan bahkan beberapa diantaranya berpotensi menimbulkan kegagalan panen. Petani diharapkan memiliki pemahaman dan ketrampilan yang memadai tentang hama dan penyakit tanaman jagung serta cara pengendaliannya sehingga budidaya tanaman jagung mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Pengendalian seperti penggunaan varietas benih yang tahan hama dan penyakit dan perlakuan benih sebaiknya dilakukan saat awal budidaya sehingga tidak mencegah perkembangan hama dan penyakit. Sedangkan pengendalian dengan memanfaatkan agen hayati dipandang lebih ramah dibandingkan dengan kimiawi.

Hama tanaman jagung serta cara pengendaliannya adalah sebagai berikut:

Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Seekor ngengat betina dapat bertelur ± 1800 butir. Stadia telur 6–7 hari. Larva muda bersifat fototaksis, sedang larva yang lebih tua bersifat geotaksis sehingga pada siang hari bersembunyi di dalam tanah dan muncul kembali untuk menyerang tanaman jagung pada malam hari. Ulat tanah menyerang batang tanaman jagung muda dengan cara memotongnya, sehingga sering dinamakan juga sebagai ulat pemotong. Pengendalian hama ulat pada budidaya jagung dapat dilakukan menggunakan insektisida biologi dari golongan bakteri seperti Bacilius thuringiensis atau insektisida biologi dari golongan jamur seperti Beauvaria bassiana.

Belalang (Locusta sp., dan Oxya chinensis)

Belalang yang menyerang tanaman jagung ada dua jenis, yaitu Locusta sp., dan Oxya chinensis. Hama belalang menyerang tanaman jagung saat masih muda, dengan cara memakan tunas jagung muda yang baru tumbuh. Belalang pada tanaman jagung merupakan hama migran, dimana tingkat kerusakannya tergantung dari jumlah populasi serta tipe tanaman yang diserang.
Pengendalian hama belalang pada budidaya jagung secara kimiawi bisa dilakukan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos, klorpirifos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin sesuai dosis atau konsentrasi dalam petunjuk di kemasan.

Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch)

Kerusakan biji oleh kumbang bubuk dapat mencapai 85% dengan penyusutan bobot biji 17%. Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang bubuk, merupakan serangga polifag (memiliki banyak tanaman inang). Kisaran temperatur untuk perkembangan hama ini yaitu 17–34 derajat C, dengan temperatur optimum 25–30 derajat C, sedang kelembaban berkisar 45–100%. Perkembangan populasi sangat cepat bila bahan simpanan kadar airnya di atas 15%. Pada populasi yang tinggi kumbang bubuk cenderung berpencar S. Zeamais merusak biji jagung saat penyimpanan dan juga dapat menyerang tongkol jagung di lahan. Pengendalian hayati dengan penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml takaran 20 ml/kg biji dapat mencapai mortalitas 50%. Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) mampu menekan kumbang bubuk.

Lalat Bibit (Atherigona sp.)

Lalat bibit dapat merusak pertanaman jagung hingga 80% bahkan lebih (puso). Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari, serangga betina hidup dua kali lebih lama daripada serangga jantan. Serangga dewasa sangat aktif terbang serta sangat tertarik dengan kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan tanah. Lalat bibit berukuran kecil, telur berbentuk memanjang dan diletakkan pada daun termuda (hypocoty). Setelah 48 jam telur menetas pada waktu malam, tempayak keluar dari telur lalu bergerak cepat menuju titik tumbuh yang merupakan makanan utamanya. Imago kecil berukuran panjang 2,5-4,5 mm. Telur Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari setelah kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago betina meletakkan telurnya selama tiga sampai tujuh hari. Telur ini diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, serta diletakkan di bawah permukaan daun. Awalnya, larva terdiri dari tiga instar berwarna putih krem, selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang baru menetas melubangi batang, kemudian membuat terowongan sampai dasar batang, sehingga tanaman menjadi kuning, akhirnya mati. Pupa terdapat di pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah, umur pupa 12 hari. Puparium berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat, memiliki ukuran panjang 4,1 mm. Pengendalian lalat bibit menggunakan varietas tahan dan perlakuan benih melalui tanah pada waktu tanam atau diberikan pada kuncup daun pada umur tanaman satu minggu dengan dosis 0.24 kg b.a/ha.

Ulat Grayak (Spodoptera sp.)

Ulat ini muncul dipertanaman setelah 11 – 30 HST. Larva kecil merusak daun serta menyerang secara serentak bergerombol dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan bahkan tinggal tulang daunnya saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi saat musim kemarau. Pengendalian secara fisik menggunakan alat perangkap ngengat sex feromonoid sebanyak 40 buah/Ha semenjak tanaman jagung berumur 2 minggu. selain itu dapat menggunakan insektisida Carbofuran 3% diberikan pada pucuk tanaman.

Penggerek Tongkol (Heliotis armigera, Helicoverpa armigera.)

Serangga ini muncul di pertanaman pada umur 45 – 56 hari setelah tanam (HST), bersamaan dengan munculnya rambut-rambut tongkol. Imago betina akan meletakkan telur pada silk (rambut) jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol jagung lalu memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas mupun kuantitas tongkol jagung. Pada lubang–lubang bekas gorokan hama ini terdapat kotoran–kotoran yang berasal dari hama tersebut, biasanya hama ini lebih dahulu menyerang bagian tangkai bunga. Pengendalian hayati adalah dengan memanfaatkan Parasit, Trchogramma spp yang merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda. Cendawan, Metarhizium anisopliae menginfeksi larva. Bakteri, Bacillus thuringensis dan Virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) menginfeksi larva.

Penggerek Batang (Ostrinia fumacalis)

Hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung di seluruh fase pertumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang dapat mencapai 80%. Ngengat aktif di malam hari, serta menghasilkan beberapa generasi pertahun, umur imago atau ngengat dewasa 7-11 hari. Telur berwarna putih, diletakkan berkelompok, satu kelompok telur beragam antara 30-50 butir, seekor ngengat betina mampu meletakkan telur 602-817 butir, umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi, telur diletakkan di permukaan bagian bawah daun, utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari. Larva (baru menetas) berwarna putih kekuning-kuningan, makan berpindah-pindah, larva muda memakan bagian alur bunga jantan, setelah instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari. Pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah-merahan, umur pupa 6-9 hari. pengendalian secara hayati adalah dengan memanfaatkan musuh alami seperti : Parasitoid Trichogramma spp. Parasitoid tersebut dapat memarasit telur O. furnacalis. Predator Euborellia annulata memangsa larva dan pupa O. Furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva O. Furnacalis, Cendawan sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Ambang ekonomi 1 larva/tanaman. Pengendalian kimiawi Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, dan karbofuran efektif untuk menekan penggerek batang jagung.

Penyakit tanaman jagung serta cara pengendaliannya adalah sebagai berikut:

Hawar Daun (Helmithosporium turcicum)



Gejala Awal terinfeksinya hawar daun, menunjukkan gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik (disebut hawar), warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5-15 cm, bercak muncul di mulai dari daun terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat akibat serangan penyakit hawar daun dapat mengakibatkan tanaman jagung cepat mati atau mengering. Cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot jagung, cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau sisa-sisa tanaman di lahan. Pengendalian dengan menggunakan cendawan antagonis Trichoderma viride.

Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)

Penyakit ini menyerang tanaman jagung khususnya varietas rentan hama penyakit serta saat umur tanaman jagung masih muda (antara 1-2 minggu setelah tanam). Kehilangan hasil produksi akibat penularan penyakit bulai dapat mencapai 100%, terutama varietas rentan. Gejala khas penyakit bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun dengan batas terlihat jelas antara daun sehat. Bagian daun permukaan atas maupun bawah terdapat warna putih seperti tepung, sangat jelas di pagi hari. Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat, termasuk pembentukan tongkol buah, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun menggulung serta terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan. Pengendalian benih yang akan ditanam dilakukan perlakuan benih terlebih dahulu dengan menggunakan bahan aktif metalaksil, atau disemprotkan fungisida Nordox 56WP pada tanaman dimulai pada umur 5 hari setelah tanam sampai tidak ada lagi gutasi ditanaman

Busuk Tongkol

a. Busuk tongkol Fusarium

Ciri-ciri Busuk tongkol Fusarium adalah permukaan biji tongkol jagung berwarna merah jambu sampai coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas berwarna merah jambu. Cendawan berkembang baik pada sisa tanaman maupun di dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, penyebarannya dapat melalui angin atau tanah. Penyakit busuk tongkol Fusarium disebabkan oleh infeksi cendawan Fusarium moniliforme.

b. Busuk tongkol Diplodia

Ciri-ciri busuk tongkol diplodia adalah ditemukan warna coklat pada klobot. Jika infeksi terjadi setelah 2 minggu keluarnya rambut jagung menyebabkan biji berubah menjadi coklat, kisut akhirnya busuk. Miselium cendawan diplodia berwarna putih, piknidia berwarna hitam tersebar pada kelobot. Infeksi dimulai dari dasar tongkol berkembang ke bongkol kemudian merambat ke permukaan biji serta menutupi kelobot. Cendawan dapat bertahan hidup dalam bentuk spora dan piknidia berdinding tebal pada sisa tanaman di lahan. Gejala busuk tongkol Diplodia disebabkan oleh infeksi cendawan Diplodia maydis.

c. Busuk tongkol Gibberella

Busuk tongkol Gibberella menyebabkan tongkol jagung menjadi busuk, kelobotnya saling menempel erat pada tongkol, serta buahnya berwarna biru hitam di permukaan kelobot maupun bongkol. Gejala busuk tongkol Gibberella disebabkan oleh infeksi cendawan Gibberella roseum.

Busuk Batang

Penyakit busuk batang jagung berpotensi kerusakan pada varietas rentan hingga 65%. Tanaman jagung terserang penyakit ini tampak layu atau kering seluruh daunnya. Gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal batang terserang berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam batang busuk, sehingga mudah rebah, serta bagian kulit luarnya tipis. Pangkal batang teriserang akan memperlihatkan warna merah jambu, merah kecoklatan atau coklat. Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat dilakukan dengan cendawan antagonis Trichoderma sp.

Karat Daun (Puccinia polysora)

Ciri-ciri karat daun adalah bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat di permukaan daun jagung bagian atas maupun bawah, uredinia menghasilkan uredospora berbentuk bulat atau oval serta berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi Tanaman jagung lainnya, sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi, infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau. Cara pengendalian adalah menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar 10. Selain itu penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil.

Bercak Daun (Bipolaris maydis Syn.)

Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras patogennya yaitu ras O dan T. Ras O bercak berwarna coklat kemerahan berukuran 0,6 x (1,2-1,9) cm, sedangkan Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6-1,2)x(0,6-2,7) cm. Ras T berbentuk kumparan, bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih berbahaya (virulen) dibanding ras O. Serangan pada bibit tanaman menyebabkan tanaman menjadi layu atau mati dalam waktu 3-4 minggu setelah tanam. Pengendaliannya adalah menggunakan varietas tahan untuk H. turcicum di dataran tinggi, seperti Pioneer-8, NK-11, Kenia-1.
Demikian penjelasan hama dan penyakit tanaman jagung serta cara pengendaliannya. Seperti dijelaskan bahwa pengendalian yang baik adalah upaya pencegahan sebelum mengobati jika telah terserang hama dan penyakit.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment